Selasa, 04 Oktober 2011

Kisah Indonesia pada Masjid Pertama di Afrika Selatan

Cape Town - Di Afrika Selatan, nama Indonesia melekat pada banyak catatan sejarah. Salah satu catatan itu ada pada masjid pertama yang dibangun di Afrika Selatan (Afsel), Masjid Auwal.

Masjid ini berada di kawasan pemukiman warga muslim yang dikenal dengan nama Bo Kaap. Masih di seputar kawasan pusat Kota Cape Town. Berdiri di antara bangunan-bangunan lainnya, masjid yang dibangun sejak 1794 ini tidak terlalu mencolok. Namun proses pendiriannya justru menggambarkan kisah perjuangan yang tidak mudah.

Keberadaan masjid ini tidak lepas dari sosok Imam Abdullah Kadi Abdus Salaam (1712-1807), yang lebih dikenal dengan nama Tuan Guru. Dia merupakan keluarga bangsawan Tidore, yang kemudian karena perlawanannya selama masa perjuangan di Tidore, dibuang ke Pulau Robben, pulau penahanan yang sekarang menjadi bagian dari wilayah administrasi Cape Town, Afsel.

Biografi ringkas tentang apa yang dilakukan Tuan Guru dan bagaimana dia sampai di Cape Town, tertulis pada poster yang ditempelkan di bagian dalam masjid itu. Disebutkan, Tuan Guru lahir pada tahun 1712. Dia kemudian ditahan pada tahun 1770-an karena melakukan perlawanan terhadap Belanda, dan seterusnya dibuang ke Cape Town pada tahun 1780. Peta perjalanan pembuangan itu sendiri bisa dilihat pada prasasti yang ada di makamnya di Tana Baru, tak jauh dari lokasi pertapakan Masjid Auwal.

Nah, setelah 13 tahun masa penahanan, Tuan Guru tetap melaksanakan aktivitas dakwah. Dia mendirikan madrasah yang juga menjadi madrasah pertama di Afrika Selatan. Syiar Islam yang dilakukan Tuan Guru merupakan upaya melanjutkan apa yang telah dimulai penyebar agama Islam pertama di Afsel yakni Syech Yusuf, ulama asal Makassar yang juga dibuang Belanda ke Cape Town.

Seiring dengan berkembangnya pemeluk Islam di Afrika Selatan, maka dibutuhkan masjid untuk melaksanakan salat Jumat maupun aktivitas dakwah lainnya. Sayangnya permohonan izin membangun masjid yang disampaikan kepada pemerintahan kolonial Belanda di Afsel ternyata ditolak. Namun Tuan Guru tidak mudah menyerah. Dia kemudian menggelar salat Jumat di jalanan kota, dan kemudian tercatat sebagai salat jumat pertama di Afrika Selatan.

Menyusul perjanjian Belanda dan Inggris dalam tukar-menukar wilayah jajahan, maka Afsel berada di bawah kendali kolonial Inggris. Permohonan pembangunan masjid kembali diajukan, dan kali ini disetujui. Jadilah masjid itu kemudian menjadi masjid pertama di Afsel dan dinamakan Auwal, bahasa Arab yang bermakna awal dalam bahasa Indonesia.

Konstruksi bangunan lama masjid yang dibangun Tuan Guru itu kini sudah tidak ada lagi. Berganti dengan bangunan petak berlantai dua yang berimpit dinding dengan bangunan-bangunan lain di sampingnya. Satu prasasti batu pualam di bagian atas pintu masuk, menjelaskan usia masjid tersebut.

Interior masjid sangat sederhana. Mimbar masjid yang terbuat dari kayu membuat suasana di dalam masjid sangat menyenangkan untuk dilihat, kontras dengan cahaya yang berpendar dari lampu di dinding masjid yang juga menerangi kaligrafi-kaligrafi. Tongkat berusia 196 tahun yang ada di dekat mimbar, masih dipergunakan khatib saat khutbah Jumat sampai sekarang.

Kendati masjid yang sederhana, tetapi statusnya sebagai masjid pertama di Afsel membuat masjid ini ramai dikunjungi. Catatan sejarahnya juga membuat Masjid Auwal kerap dikunjungi warga negara Indonesia yang kebetulan berada di Cape Town. Masjid ini menjadi salah satu tempat membanggakan bagi warga negara Indonesia.

Sunaryo Adhiatmoko dari Program Pembibitan Penghafal Al Quran (PPPA) Darul Quran yang berkunjung ke masjid tersebut, Selasa (4/10/2011) menyatakan, sejarah masjid ini menunjukkan bagaimana ulama-ulama Indonesia zaman dahulu terbukti mampu melakukan syiar agama dengan sangat baik, kendati dalam situasi yang tidak menguntungkan karena dalam pembuangan.

“Hubungan ini harus terus dilanjutkan, sehingga kisah masa lalu itu tetap berkait dengan kondisi saat ini. Harus ada perhatian khusus terhadap dakwah Islam di Afrika Selatan, apalagi jumlah muslim di Afsel merupakan minoritas, hanya tiga persen dari 49 juta penduduknya,” kata Sunaryo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar